JAKARTA - Memasuki pekan pertama Oktober 2025, masyarakat Indonesia diminta untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap perubahan cuaca yang sulit diprediksi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa saat ini sebagian besar wilayah Tanah Air sedang memasuki masa peralihan dari musim kemarau menuju musim hujan, periode yang sering ditandai dengan kondisi atmosfer yang dinamis dan ekstrem.
Prakirawan BMKG, Nurul Izzah, menjelaskan bahwa pada masa transisi ini cuaca cenderung berubah-ubah secara cepat dalam satu hari. “Ciri khas periode transisi ini adalah cuaca panas pada pagi hingga siang hari, yang kemudian berpotensi berubah menjadi hujan berdurasi singkat pada siang hingga malam hari,” ungkapnya, Rabu,8 Oktober 2025.
Ia juga menambahkan bahwa hujan tersebut tidak jarang disertai kilat atau petir, terutama di wilayah dengan tingkat kelembapan tinggi dan kondisi atmosfer yang mendukung pembentukan awan konvektif.
Fenomena Atmosfer Kompleks Jadi Pemicu Cuaca Ekstrem
Menurut pemantauan BMKG, peralihan musim kali ini tidak hanya ditandai oleh pola hujan yang berubah-ubah, tetapi juga oleh aktivitas atmosfer skala besar yang berperan dalam membentuk potensi cuaca ekstrem. Salah satu yang mendapat perhatian adalah sirkulasi siklonik yang terdeteksi di beberapa wilayah strategis, antara lain:
Laut Sulu
Samudera Pasifik timur Filipina
Laut Arafuru
Keberadaan sirkulasi siklonik ini memicu daerah perlambatan angin (konvergensi) dan pertemuan angin (konfluensi). Kedua fenomena tersebut mendorong peningkatan pembentukan awan hujan, yang kemudian dapat menghasilkan curah hujan sedang hingga sangat lebat di wilayah sekitarnya.
Daerah dengan Potensi Pertumbuhan Awan Hujan Tinggi
BMKG juga merilis peta wilayah yang berpotensi mengalami konvergensi angin memanjang. Beberapa wilayah tersebut meliputi:
Samudera Hindia barat Banten hingga Bengkulu
Sumatera Selatan hingga Riau
Sumatera Barat hingga Selat Malaka
Kalimantan Barat hingga Kalimantan Timur
Sulawesi Selatan hingga Sulawesi Tengah
Laut Banda hingga Laut Maluku
Papua Pegunungan hingga Papua Barat Daya
Samudera Pasifik utara Papua
Sementara itu, wilayah konfluensi angin atau pertemuan aliran udara terpantau terjadi di:
Laut Cina Selatan
Teluk Thailand
Laut Natuna Utara
Laut Sulawesi
Perairan utara Maluku hingga utara Papua Barat Daya
Gabungan dari konvergensi dan konfluensi ini berperan besar dalam pembentukan sistem awan hujan yang lebih intens dan berpotensi menyebabkan cuaca ekstrem di beberapa wilayah Indonesia.
Wilayah yang Berisiko Mengalami Cuaca Ekstrem
Kombinasi berbagai fenomena atmosfer tersebut menyebabkan peningkatan risiko hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat di sejumlah wilayah. BMKG menyebutkan beberapa daerah yang perlu mendapatkan perhatian ekstra, yaitu:
Bengkulu
Lampung
Maluku Utara
Papua Barat
Wilayah-wilayah ini memiliki kerentanan lebih tinggi terhadap dampak cuaca ekstrem seperti banjir, tanah longsor, dan genangan air, terutama di kawasan yang memiliki topografi rendah atau sistem drainase yang kurang baik.
Imbauan BMKG: Waspada dan Pantau Informasi Cuaca
BMKG mengimbau masyarakat di seluruh Indonesia untuk tetap waspada dan tidak menganggap remeh potensi perubahan cuaca saat memasuki masa peralihan musim ini. Cuaca yang pada pagi hari tampak cerah bisa dengan cepat berubah menjadi hujan deras disertai petir pada sore atau malam harinya.
Selain itu, masyarakat juga diingatkan untuk tidak melakukan aktivitas berisiko tinggi di luar ruangan saat cuaca ekstrem, seperti berteduh di bawah pohon saat hujan petir, atau berkendara tanpa persiapan saat hujan deras mengguyur.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi dampak cuaca ekstrem seperti banjir, tanah longsor, dan gangguan aktivitas harian lainnya, terutama di wilayah-wilayah yang disebutkan. Masyarakat juga disarankan untuk rutin memantau pembaruan informasi cuaca dari kanal resmi BMKG,” tegas Nurul.
Tips Menghadapi Cuaca Tak Menentu Selama Peralihan Musim
Untuk mengantisipasi perubahan cuaca yang cepat selama masa transisi ini, masyarakat dapat melakukan beberapa langkah pencegahan sederhana berikut:
Cek prakiraan cuaca harian. Pastikan memantau informasi dari BMKG sebelum beraktivitas agar dapat menyiapkan rencana cadangan.
Bawa perlengkapan hujan. Payung atau jas hujan wajib dibawa ke mana pun saat musim peralihan, mengingat hujan bisa turun secara tiba-tiba.
Periksa kondisi rumah. Pastikan saluran air dan talang rumah tidak tersumbat untuk mencegah genangan atau banjir.
Hindari berteduh di bawah pohon atau baliho. Saat hujan deras dan angin kencang, area tersebut berisiko tinggi roboh atau tersambar petir.
Waspadai aliran listrik. Saat petir menyambar, hindari menggunakan peralatan elektronik yang terhubung langsung ke stopkontak.
Cuaca Ekstrem Sebagai Tanda Dinamika Iklim
Peralihan dari musim kemarau ke musim hujan merupakan siklus tahunan yang normal terjadi di Indonesia. Namun, perubahan pola iklim global membuat intensitas fenomena cuaca ekstrem semakin meningkat dari tahun ke tahun. Keberadaan sirkulasi siklonik, konvergensi, hingga konfluensi angin menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan karena berpengaruh langsung terhadap pola hujan dan suhu udara di banyak wilayah.
Meskipun kondisi ini seringkali mengganggu aktivitas harian, cuaca ekstrem juga menjadi bagian penting dari dinamika atmosfer bumi yang mendukung keseimbangan iklim. Dengan informasi yang tepat dan kesiapsiagaan yang baik, dampaknya dapat diminimalkan secara signifikan.
Peralihan musim pada Oktober 2025 membawa tantangan tersendiri bagi masyarakat Indonesia. BMKG telah memperingatkan adanya potensi cuaca ekstrem yang dapat berdampak pada kehidupan sehari-hari, mulai dari hujan lebat, kilat, hingga risiko banjir dan longsor.