JAKARTA - Pemerintah terus memacu langkah nyata dalam membangun ekosistem industri halal nasional. Menjelang diberlakukannya kebijakan wajib halal secara nasional pada Oktober 2026, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) RI memperkuat percepatan layanan sertifikasi halal agar pelaku usaha mikro dan kecil (UMK), seperti warung Tegal (warteg), warung Sunda, warung Padang, dan sejenisnya, dapat lebih siap menghadapi era baru tersebut.
Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan menyampaikan bahwa hingga saat ini capaian sertifikasi halal terus meningkat signifikan. “Sampai saat ini, sertifikasi halal BPJPH telah mencapai 9,6 juta produk bersertifikat halal dari 2,79 juta sertifikat halal yang telah diterbitkan,” ujarnya.
Capaian ini disebut sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam mendukung pelaku UMK agar dapat beradaptasi dengan regulasi halal. Sejumlah terobosan pun terus dilakukan, salah satunya dengan memberikan fasilitas sertifikasi halal secara gratis melalui skema self-declare yang lebih sederhana dan mudah diakses.
Warteg dan UMK Dapat “Kado Istimewa” Sertifikasi Halal
Dalam rangka mempercepat sertifikasi halal, BPJPH menerbitkan Keputusan Kepala BPJPH (Kepkaban) Nomor 146 Tahun 2025, yang secara resmi memberikan kesempatan kepada pelaku usaha kuliner kecil untuk memperoleh sertifikasi halal tanpa biaya.
“Kado Indah 17 Agustus 2025 dari Presiden Prabowo Subianto, yakni Sertifikasi Halal Gratis bagi warteg, warsun, warung sejenis melalui Keputusan Kepala BPJPH No.146 Tahun 2025 yang berlaku sejak 8 Juli 2025 lalu,” ungkap Haikal.
Langkah tersebut terbukti efektif. Saat ini, 700 warteg telah tersertifikasi halal gratis melalui skema pendampingan atau self-declare, dan 500 warteg lainnya sedang dalam proses fasilitasi sertifikasi. Jumlah ini terus bertambah seiring gencarnya sosialisasi dan pendampingan yang dilakukan pemerintah.
“Hasilnya, saat ini 700 warteg telah tersertifikasi halal gratis melalui skema Pendampingan atau Self Declare, dan 500 warteg baru sedang dalam proses fasilitasi sertifikasi halal. Dan jumlah ini terus bertambah seiring upaya kita mendorong akselerasi sertifikasi halal,” lanjut Haikal.
Infrastruktur Pendukung Sertifikasi Halal Terus Diperkuat
Untuk memastikan kebijakan wajib halal berjalan efektif, BPJPH memperluas jangkauan dan kapasitas dukungan di lapangan. Saat ini, layanan sertifikasi halal didukung oleh:
328 LP3H (Lembaga Pendamping Proses Produk Halal),
103.675 pendamping PPH yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia,
108 LPH (Lembaga Pemeriksa Halal),
1.778 auditor halal terdaftar dari total 2.866 auditor terlatih.
Selain itu, BPJPH juga memiliki 2.866 penyelia halal dan 3.058 juru sembelih halal (Juleha) yang bertugas di Rumah Potong Hewan dan Unggas (RPH/RPU). Untuk wilayah Jabodetabek, para juru sembelih halal bahkan tengah disiapkan mengikuti pelatihan tambahan guna meningkatkan standar kompetensi mereka.
“Upaya ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk memastikan rantai produksi makanan dan minuman di Indonesia memenuhi standar halal secara menyeluruh, mulai dari bahan baku hingga proses penyembelihan,” ujar Haikal.
Pembentukan Pasar Halal dan Perluasan Branding
Tak berhenti pada sertifikasi, BPJPH juga menginisiasi langkah strategis lain seperti pembentukan pasar halal lengkap dengan regulasi pendukungnya. Inisiatif ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem industri halal yang lebih kuat dan terintegrasi, sekaligus meningkatkan kepercayaan konsumen dalam negeri maupun luar negeri terhadap produk halal Indonesia.
Upaya sosialisasi pun dilakukan secara masif, termasuk melalui media sosial pelaku usaha. Cara ini tidak hanya memperkuat edukasi publik tentang pentingnya sertifikasi halal, tetapi juga memperluas branding halal agar lebih dikenal oleh masyarakat luas.
BPJPH juga menggandeng berbagai pihak untuk memperkuat program ini, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, BUMN dan BUMD, asosiasi usaha, perguruan tinggi, komunitas, hingga organisasi masyarakat.
Sinergi dan Kolaborasi Jadi Kunci
Menurut Haikal, keberhasilan Indonesia dalam membangun ekosistem halal tidak bisa dilepaskan dari kolaborasi lintas sektor. Sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat menjadi pondasi penting dalam mewujudkan target Indonesia sebagai pusat industri halal dunia.
“Sinergi kolaborasi untuk pelaksanaan tertib halal merupakan fondasi penting untuk membangun ekosistem bisnis yang kuat dan berdaya saing tinggi, sekaligus menegaskan posisi Indonesia sebagai pusat industri halal dunia,” tegas Haikal.
Dengan dukungan tersebut, pelaku UMK, khususnya warteg dan warung tradisional lainnya, diharapkan mampu bertransformasi menjadi usaha yang tidak hanya memenuhi standar halal tetapi juga memiliki daya saing tinggi di pasar global.
Jalan Menuju Wajib Halal 2026
Kebijakan wajib halal nasional pada Oktober 2026 menjadi tonggak penting dalam perjalanan industri halal Indonesia. Meski waktu pelaksanaannya masih tersisa satu tahun, langkah-langkah percepatan seperti sertifikasi gratis, pelatihan juru sembelih, pembentukan pasar halal, dan edukasi publik menjadi bekal penting agar pelaku usaha siap saat aturan tersebut berlaku.
Bagi pelaku UMK, terutama yang bergerak di sektor kuliner seperti warteg dan warung tradisional, sertifikasi halal bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga nilai tambah bisnis. Sertifikasi halal mampu meningkatkan kepercayaan konsumen, memperluas pasar, dan memperkuat citra usaha di mata publik.
Penutup: Momentum Transformasi Industri Kuliner Rakyat
Program sertifikasi halal gratis ini tidak hanya menjadi “kado” istimewa bagi pelaku UMK, tetapi juga momentum transformasi besar bagi sektor kuliner rakyat Indonesia. Dengan langkah yang tepat dan dukungan semua pihak, kebijakan wajib halal 2026 bukan sekadar aturan, melainkan peluang besar untuk mengangkat potensi ekonomi nasional melalui industri halal yang inklusif, kompetitif, dan berdaya saing global.
Melalui sertifikasi halal gratis dan ekosistem yang terus diperkuat, warteg dan warung tradisional kini tidak lagi hanya menjadi ikon kuliner rakyat, tetapi juga bagian penting dari gerbong industri halal dunia.