JAKARTA - Harga komoditas logam kembali menjadi sorotan pasar global setelah mencatat reli tajam dan menembus rekor baru. Tidak hanya emas, tetapi juga perak dan tembaga ikut melambung tinggi, menandai tren bullish kuat di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik dunia.
Kenaikan harga logam mulia kali ini bukan hanya didorong oleh faktor teknikal, melainkan juga oleh kombinasi kekhawatiran global dan perubahan arah kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang semakin berpotensi longgar (dovish).
Emas Sentuh Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
Mengutip data Bloomberg pada Jumat, 3 Oktober 2025, harga emas dunia naik 0,22% secara harian ke level US$ 3.908,9 per ons troi, mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah. Reli harga ini memperpanjang tren penguatan yang sudah berlangsung sejak pertengahan tahun, di mana emas terus diminati sebagai aset lindung nilai (safe haven) di tengah meningkatnya risiko global.
Kenaikan emas diikuti oleh logam mulia lainnya. Harga perak menanjak 3,44% menjadi US$ 47,96 per ons troi, sementara tembaga juga menguat 2,14% ke US$ 10.715,5 per ton, menunjukkan bahwa permintaan terhadap sektor logam industri ikut terdorong oleh optimisme baru terhadap ekonomi berbasis energi bersih.
Geopolitik dan Kebijakan Moneter Jadi Pemicu Utama
Menurut Presiden Komisioner HFX Internasional Berjangka, Sutopo Widodo, lonjakan harga logam-logam tersebut tak lepas dari kombinasi dua faktor besar: meningkatnya ketegangan geopolitik dan ekspektasi kebijakan moneter dovish dari bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
“Permintaan aset safe haven meningkat tajam akibat penutupan sebagian pemerintah AS,” jelas Sutopo, Jumat (3/10).
Penutupan sebagian lembaga federal atau government shutdown di AS menimbulkan kekhawatiran terhadap kelangsungan fiskal negara adidaya tersebut. Investor global pun berbondong-bondong mencari perlindungan pada emas, perak, dan logam berharga lain yang dinilai lebih stabil dibanding aset berisiko.
Selain itu, data tenaga kerja AS yang menunjukkan pelemahan turut memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuan hingga dua kali lagi sebelum akhir 2025.
“Ekspektasi pemangkasan suku bunga meningkatkan daya tarik komoditas berdenominasi dolar AS, seperti emas dan perak, karena peluang keuntungan menjadi lebih besar saat yield obligasi turun,” tambah Sutopo.
Gangguan Pasokan Angkat Harga Tembaga
Sementara itu, harga tembaga mengalami dorongan tambahan dari sisi pasokan. Beberapa insiden dan gangguan produksi global menjadi faktor penting di balik lonjakan harga logam industri ini.
Sutopo menyebut, kecelakaan di tambang Grasberg, Indonesia, serta penurunan produksi di Chili akibat gempa bumi menjadi katalis yang mempersempit suplai global.
Tak hanya itu, permintaan terhadap tembaga terus meningkat seiring transformasi ekonomi menuju energi hijau.
Wahyu Laksono, Founder Traderindocom sekaligus pengamat komoditas, menuturkan bahwa permintaan global terhadap tembaga kini banyak didorong oleh kebutuhan komponen kendaraan listrik (EV) dan infrastruktur energi baru terbarukan (EBT) seperti panel surya dan jaringan listrik.
“Permintaan industri terhadap tembaga semakin kuat karena peran logam ini sangat vital dalam pembangunan teknologi hijau. Tren elektrifikasi kendaraan dan proyek EBT menjadi pendorong utama permintaan,” jelas Wahyu.
Safe Haven Masih Jadi Pilihan Utama Investor
Reli harga logam mulia juga menunjukkan bahwa pasar global masih berada dalam fase risk-off, di mana investor cenderung menghindari risiko dan mencari perlindungan pada aset yang dianggap aman.
Sutopo menilai pergerakan harga emas dan perak ke depan akan sangat bergantung pada arah kebijakan moneter The Fed dan dinamika politik AS.
“Untuk emas dan perak, sentimen masih akan rentan terhadap perkembangan politik Amerika, terutama ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal pegawai federal dan proses negosiasi pendanaan pemerintah,” ungkapnya.
Kondisi ketidakpastian tersebut memperkuat posisi emas sebagai instrumen lindung nilai utama, terutama di tengah volatilitas mata uang dolar AS dan potensi perlambatan ekonomi global.
Prediksi Harga Logam hingga Akhir Tahun
Menutup pandangannya, Sutopo memperkirakan tren kenaikan harga logam masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Ia optimistis harga emas berpotensi menembus US$ 4.000 per ons troi, sementara perak bisa melampaui US$ 50 per ons troi jika tekanan geopolitik dan kebijakan moneter longgar tetap berlanjut.
“Selama ketegangan global belum mereda dan The Fed masih memberi sinyal pelonggaran, aset logam mulia akan tetap menjadi primadona,” ujarnya.
Sementara itu, harga tembaga diperkirakan akan tetap stabil tinggi di atas US$ 10.000 per ton seiring meningkatnya permintaan dari sektor industri teknologi dan kendaraan listrik.
Prospek Pasar Logam Masih Positif
Kenaikan harga emas, perak, dan tembaga secara bersamaan menunjukkan bahwa investor tengah menyiapkan diri menghadapi potensi perubahan besar di pasar global. Di satu sisi, mereka menunggu kejelasan arah kebijakan suku bunga The Fed; di sisi lain, mereka bersiap menghadapi dampak perlambatan ekonomi akibat ketegangan geopolitik dan disrupsi pasokan.
Dengan kondisi tersebut, analis menilai pasar logam masih akan menjadi magnet bagi investor hingga akhir 2025. Baik sebagai instrumen hedging, aset investasi jangka panjang, maupun bagian dari diversifikasi portofolio, logam mulia tetap memiliki daya tarik tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.